Selasa, 22 November 2016

Berkaca Pada Binar Lampu Jalanan

Berkaca Pada Binar Lampu Jalanan

oleh Mieft Aenzeish


Kepada gelap ia beri terang, tanpa berharap matahari menggantikannya, bahkan rembulan yang datang dengan wajah terang purnama tidak ia sukai, sebab hanya akan menjadikan tubuhnya seolah tak lagi ada manfaat untuk sekitarnya, dan ia mungkin lebih suka sekalian mati jika purnama datang setiap pergantian sore ke malam, karena yang hanya memenuhi pikirannya ialah betapa ingin penciptaannya adalah wujud dari sebuah karya yang bisa menjadi manfaat ke dalam ruang kehidupan, sebagaimana manusia yang mengenal keagungan Allah SWT dan meletakkan seluruh bagian tubuhnya hanya untuk menghamba, mencintai setulus dan semampunya.

Dengan menjadi manusia yang seutuhnya saja, ia bisa akan menemukan kehidupan ini senantiasa melintas di lajur kebahagiaan, lalu bagaimana tidak lebih baik jika setelah ia menjadi seutuhnya manusia, ia kemudian mengabdikan dan mengenal lebih dekat dengan Allah SWT, Subhanallah. 

Lampu-lampu jalanan bagai ruh lain, ia berada di sekitar, tidak menyapamu tapi cukup mengasihimu dengan menerangi jalan yang hendak engkau tapaki, agar engkau terhindar dari apa-apa yang buruk yang tak terlihat karena disembunyikan gelap.

Ia adalah wajah yang tak terlihat, hanya bisa kau rasakan keindahan cintanya, hanya bisa kau ingat ketika dunia tak lagi memiliki stok listrik yang mengalirkan energi untuknya.

Sebagaimana para Ulama yang alim, yang tidak mudah kau temui hanya pada sebuah gelar "Ustadz atau Kyai". Lebih dari itu, Ulama adalah lampu-lampu jalanan yang teduh tanpa kenal gelar, karena gelar luhurnya adalah Ia mencintai seluruh mahlukNya dan bersungguh-sungguh dalam kecintaan kepada Allah SWT.

Meski terkadang ia sembunyi di balik kamar yang kumuh dan pakaian yang robek, ia tetap akan menjadi penerang bagi sekitar, dengan disadari atau tanpa disadari. 

Semoga, gusti Allah SWT, menjadikan diri ini salah satu Lampu-lampu jalanan menuju keindahan cintaNya.


23.11.2016
Bandung

gambar by pinterest